SATU KALTENG, PALANGKA RAYA – Ketegangan antara warga Desa Karang Tunggal dan perusahaan tambang batu bara PT. Bumi Makmur Waskita (BMW) kembali memuncak. Pada Sabtu (10/5/2025), puluhan warga didampingi kuasa hukum mereka, Jeffriko Seran, S.H., melakukan aksi pemasangan spanduk di atas lahan seluas 143.540 meter persegi yang diklaim sebagai milik masyarakat.
Menurut Jeffriko, PT. BMW telah melanggar kesepakatan dengan masyarakat yang sebelumnya telah disepakati bersama. “Perusahaan ini seharusnya tidak melakukan aktivitas sebelum permasalahan kepemilikan lahan diselesaikan. Namun, kenyataannya mereka tetap melanjutkan kegiatan tambang,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa perusahaan telah melakukan penggusuran lahan warga yang sejak lama ditanami kelapa sawit tanpa memberikan ganti rugi. “Kerugian masyarakat sangat besar. Perusahaan tidak menunjukkan itikad baik menyelesaikan persoalan ini. Kami akan terus menuntut keadilan,” tegas Jeffriko.
Kepala Desa Karang Tunggal, Arifin Iskandar, mendukung langkah warganya. Ia mengatakan bahwa mediasi telah dilakukan di berbagai tingkatan, mulai dari desa, kecamatan, hingga kabupaten, bahkan sempat digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) oleh Komisi I DPRD. “Namun sampai sekarang belum ada realisasi untuk warga. Lahan mereka sudah digusur, lalu mereka harus makan dari mana lagi? Itu mata pencaharian mereka,” ungkap Arifin.
Ia juga menegaskan bahwa lahan yang dipermasalahkan adalah milik sah warga Karang Tunggal. “Selama ini wilayah kami bersih, tidak ada masalah dengan tetangga. Ini murni persoalan antara warga dan perusahaan,” tambahnya.
Di sisi lain, Pimpinan PT. BMW Parenggean, Hariyanto, menyatakan bahwa perusahaan telah beroperasi di lahan yang menurut mereka sudah dibebaskan secara sah. “Kalau warga merasa keberatan, silakan ajukan ke pengadilan. Jika terbukti itu milik mereka, kami siap ganti rugi. Tapi jika terbukti milik kami, tentu kami akan menuntut balik,” tandasnya.
Hingga saat ini, konflik tersebut masih belum menemukan titik terang. Warga Karang Tunggal bersikukuh memperjuangkan hak mereka atas tanah yang telah menjadi sumber kehidupan mereka selama bertahun-tahun.